Kemoradioterapi dan Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring adalah penyakit yang insidennya cukup tinggi, terutama pada ras Cina dimana didapatkan 30 orang penderita dalam 100.000 penduduk. Diantara berbagai jenis kanker kepala leher, karsinoma nasofaring merupakan salah satu jenis yang memiliki prognosis buruk dikarenakan posisi tumor yang berdekatan dengan dasar tengkorak dan berbagai struktur penting lain. Ciri dari karsinoma nasofaring adalah pertumbuhan tumor yang invasif, kesulitan mendeteksi tumor, sehingga menghambat diagnosis dini. Namun demikian karsinoma nasofaring juga suatu jenis tumor yang radiosensitif dan kemosensitif.

Faktor etiologi karsinoma nasofaring adalah faktor genetik dimana ras mongoloid merupakan yang paling banyak terkena. Faktor infeksi virus Ebstein-Barr ditengarai juga mempunyai hubungan erat dengan patogenesis karsinoma nasofaring. Faktor lain yang diduga banyak berpengaruh adalah paparan bahan karsinogenik.

Sepertiga pasien datang pada stadium dini yang biasanya diberikan terapi dengan radioterapi. Dua pertiga pasien datang pada stadium lanjut (locally advanced disease) dimana bila hanya diterapi dengan pembedahan dan atau radioterapi memiliki rekurensi mencapai 65%.

Dahulu kemoterapi diberikan hanya sesudah kegagalan terapi radiasi dan atau pembedahan dalam mengatasi tumor kepala leher. Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai bermacam variasi kombinasi obat-obatan yang digunakan, tidak hanya pada kekambuhan dan stadium lanjut, tetapi juga sebagai terapi awal untuk tumor-tumor kepala leher. Kemoterapi telah muncul sebagai terapi tambahan setelah pembedahan dan atau terapi radiasi.

Pada dekade terakhir ini terapi kombinasi/kemoradioterapi terhadap karsinoma nasofaring menunjukkan hasil yang memuaskan ditinjau dari angka rekurensi tumor (bisa dilihat pada lampiran 1) .3 Pengertian kita mengenai mengenai cara kerja dan syarat-syarat terapi radiasi dan kemoterapi dan pengaruhnya terhadap tumor perlu lebih dipahami sehingga harapan terapi yang kita inginkan dapat tercapai. 2,3 Keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh kejelian diagnosis, stadium penderita dan pemilihan jenis terapi yang tepat.

Dalam tinjauan pustaka ini akan diulas mengenai sisi-sisi penting yang perlu kita kuasai agar kita dapat memahami setiap langkah pemberian terapi kita pada pasien karsinoma nasofaring berdasarkan prinsip-prinsip radioterapi dan kemoterapi, serta efeknya terhadap tubuh dan sel kanker, sehingga pada akhirnya outcomenya adalah tingkat rekurensi yang rendah, Survival rate yang meningkat tanpa mengesampingkan kualitas hidup pasien.

DIAGNOSIS KARSINOMA NASOFARING
Diagnosis dan pengobatan dini memegang peranan penting dalam keberhasilan terapi karsinoma nasofaring. Perlu perhatian pada orang resiko tinggi yaitu usia diatas 40 th yang kita curigai menderita karsinoma nasofaring memerlukan anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan THT yang seksama yang sebaiknya diserta pemeriksaan endoskopi, Patologi Anatomi dan CT-scan nasofaring.

Gejala dini karsinoma nasofaring adalah gejala yang ditimbulkan oleh tumor primer yang masih terbatas di nasofaring, biasanya besarnya tumor masih tergolong T1 dan gejala yang muncul adalah gejala telinga dan gejala hidung. Gejala lanjut timbul karena tumor yang semakin meluas, yang biasanya disertai penyebaran melalui saluran getah bening dan terjadi metastasis jauh.

Prognosis karsinoma nasofaring menjadi lebih buruk pada keadaan:
  1. stadium yang lebih tinggi
  2. laki-laki 
  3. usia > 40 tahun
  4. ras Cina
  5. adanya pembesaran kelenjar leher
Diagnosis Banding Karsinoma Nasofaring
Karena nasofaring merupakan bagian faring yang sulit dilihat, untungnya banyak manifestasi tak langsung dari karsinoma nasofaringyang bisa digunakan untuk mencurigai adanya lesi pada nasofaring. Bila terjadi obstruksi koana, huruf m akan terdengar seperti huruf b dan n seperti huruf d. Bila pasien mengeluh sengau dan hasil pemeriksaan hidung anterior normal curigailah sebagi kelainan nasofaring. Sehingga beberapa lesi di nasofaring dengan gejala yang hampir mirip bisa dianggap sebagai diagnosis banding, misalnya:
  1. angiofibroma nasofaring
  2. Hipertrofi adenoid/ adenoid persisten
  3. Polip nasi /polip antrokoanal
  4. Tumor dekat dasar tengkorak
Penentuan Stadium Karsinoma Nasofaring
Menurut UICC edisi ke V th 1997 dengan klasifikasi TNM Stadium Karsinoma nasofaring ditentukan sbb:
  • T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.
  1. T1 : Tumor terbatas pada nasofaring
  2. T2 : Tumor meluas ke orofaring dan atau fosa nasal
  3. 2a : Tanpa perluasan ke parafaring
  4. T2b : Dengan perluasan ke parafaring
  5. T3 : Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal
  6. T4 : Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai saraf otak, fosa infratemporal hipofaring atau orbita
  • N menggambarkan kelenjar limfe regional
N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm
N3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm atau ekstensi ke supraklavikular.
  • M menggambarkan metastasis jauh
M0 : Tak ada metastasis jauh
M1 : Terdapat Metastasis jauh

Berdasarkan TNM tersebut diatas, stadium penyakit dapat ditentukan sbb:
  • Stadium I : T1, N0, M0
  • Stadium IIA : T2a, N0, M0
  • Stadium IIB : T1, N1, M0 atau T2a, N1, M0 atau T2b, N0-1, M0
  • Stadium III : T1-2, N2, M0 atau T3, NO-2, M0
  • Stadium IVA : T4, N0-2, M0
  • Stadium IVB : Tiap T, N3, M0
  • Stadium IV C : Tiap T, Tiap N, M1
Histopatologi Karsinoma Nasofaring
Dengan melihat struktur histologis, maka karsinoma nasofaring dibagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan pembagian WHO, yaitu :
  1. WHO 1 : karsinoma sel sel skuamosa, berkeratin di dalam maupun di luar sel: sel-sel kanker berdiferensiasi baik sampai sedang.
  2. WHO 2 : termasuk adalah karsinoma non keratin : sel- sel kanker berdiferensiasi baik sampai sedang.
  3. WHO 3: karsinoma berdeferensiasi jelek, dengan gambaran sel kanker paling: heterogen. Karsinoma anaplastik, clear cell carsinoma dan variasi sel spindel.
Secara umum KNF WHO-3 memiliki prognosis paling baik dimana angka harapan hidup 5 tahun adalah 60-80%. Sebaliknya KNF WHO-1 memiliki prognosis paling buruk yaitu angka harapan hidup 5 tahun sebesar 20-40%.

PRINSIP PENGOBATAN KARSINOMA NASOFARING
Prinsipnya pengobatan untuk karsinoma nasofaring meliputi terapi sbb :
  1. Radioterapi 
  2. Kemoterapi 
  3. Kombinasi 
  4. Operasi 
  5. Imunoterapi 
  6. Terapi paliatif
Pemilihan Terapi Kanker
Memilih obat kanker tidaklah mudah, banyak faktor yang perlu diperhatikan misalnya :
  1. Jenis kanker 
  2. Kemosensitivitas dan radiosensitivitas kanker 
  3. Imunitas Tubuh dan kemampuan pasien untuk menerima terapi yang kita berikan. 
  4. Efek samping terapi yang kita berikan
Jenis Kanker
Untuk keperluan pemberian kemoterapi , kanker dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

  • Kanker Hemopoitik dan limfopoitik.
  • Kanker hemopoitik dan limfopoitik umumnya merupakan kanker sistemik. Termasuk dalam jenis kanker ini adalah kanker darah (leukemia), limfoma maligna dan sumsum tulang (myeloma). Terapi utama kenker hematologi adalah kemoterapi, sedangkan operasi dan radioterapi sebagai adjuvan.
  • Kanker padat (solid).
  • Kanker padat bisa lokal, bisa menyebar ke regional dan atau sistemik ke organ-organ lain. Dalam kanker jenis ini termasuk kanker diluar hematologi. Terapi utama kanker ini adalah operasi dan atau radioterapi, sedangkan kemoterapi baru diberikan pada stadium lanjut sebagai adjuvan.

Sensitivitas Kanker
Sensitivitas tumor terhadap obat anti-kanker tidaklah sama, sehingga terbagi menjadi 3 macam :
Sensitif

Kemosensitif :
  • leukemia
  • limfoma maligna
  • myeloma
  • choriocharsinoma
  • kanker testis
Radiosensitif :
Tumor yang dapat dihancurkan dengan dosis 3500-6000 rads dalam 3-4 minggu
  • Lymphoma maligna
  • Myeloma
  • Retinoblastoma
  • Seminoma
  • Basalioma
  • Kanker laring T1
Responsif
Kemoresponsif :
  1. Tumor yang kecil
  2. Tumor yang pertumbuhannya cepat
  3. Tumor yang deferensiasi selnya jelek
Radioresponsif
  • Kanker yang ukurannya sedang, T2-T3 dan dapat dihancurkan dengan dosis 6000-8000 rads dalam 3-4 minggu
Resisten
Kemoresisten :
  • Tumor besar
  • Kanker yang pertumbuhannya pelan
  • Kanker yang diferensiasi selnya baik
Contoh : kanker otak, fibrosarkoma, melanoma maligna
Radioresisten
Tumor yang baru bisa dihancurkan dengan dosis lebih dari 8000 rads. Contoh : Melanoma maligna, adenokarsinoma, kanker otak, sarkoma jaringan lunak.

Radiosensitivitas tumor tergantung dari banyak faktor, antara lain :
a. Tipe histologi tumor
b. Derajat diferensiasi sel
c. Besar tumor
d. Vaskularisasi Tumor
e. Lokasi topografi tumor

Beberapa jenis obat dan keadaan yang dapat menambah sensitifitas radioterapi : Oksigenasi, Hipertermi, Levamisol, beberapa sitostatika.
Sensitifitas kanker terhadap kemoterapi biasanya ada sejak awal mulanya dan dapat pula timbul dalam perjalanan pengobatan kanker.

Resistensi Terhadap Kemoterapi
Resistensi terhadap kemoterapi dapat terjadi karena farmakokinetika obat itu seperti :

a. Perubahan absorbsi
  1. Variabilitas absorbsi obat di gastrointestinal
  2. Adanya penyakit gastointestinal
  3. Tidak makan obat seperti seharusnya (non compliance)
  4. Formulasi obat yang tidak cocok
b. Perubahan distribusi
  • Perubahan ikatan obat dengan protein serum
  • Perubahan distribusi karena obat lain yang mengikat protein serum
c. Perubahan metabolisme
  1. Perubahan enzim yang mengadakan detoksifikasi
  2. Penyakit hati
  3. Ada obat lain yang ikut serta
  4. Pengurangan konjugasi obat karena usia
d. Pengurangan ekskresi
  • Penyakit hati
  • Penyakit ginjal
TERAPI RADIASI PADA KARSINOMA NASOFARING
Definisi Terapi Radiasi
Terapi radiasi adalah terapi sinar menggunakan energi tinggi yang dapat menembus jaringan dalam rangka membunuh sel neoplasma.

Persyaratan Terapi Radiasi
Penyembuhan total terhadap karsinoma nasofaring apabila hanya menggunakan terapi radiasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  1. Belum didapatkannya sel tumor di luar area radiasi
  2. Tipe tumor yang radiosensitif
  3. Besar tumor yang kira-kira radiasi mampu mengatasinya
  4. Dosis yang optimal.
  5. Jangka waktu radiasi tepat 
  6. Sebisa-bisanya menyelamatkan sel dan jaringan yang normal dari efek samping radiasi.
Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada ukurannya sebelum kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang tak teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy, < 2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan bila lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi selama 5,5 minggu.

Sifat Terapi Radiasi
Terapi radiasi sendiri sifatnya adalah :
  • Merupakan terapi yang sifatnya lokal dan regional
  • Mematikan sel dengan cara merusak DNA yang akibatnya bisa mendestrukasi sel tumor
  • Memiliki kemampuan untuk mempercepat proses apoptosis dari sel tumor.
  • Ionisasi yang ditimbulkan oleh radiasi dapat mematikan sel tumor.
  • Memiliki kemampuan mengurangi rasa sakit dengan mengecilkan ukuran tumor sehingga mengurangi pendesakan di area sekitarnya..
  • Berguna sebagai terapi paliatif untuk pasien dengan perdarahan dari tumornya.
  • Walaupun pemberian radiasi bersifat lokal dan regional namun dapat mengakibatkan defek imun secara general.
Efek Samping Terapi Radiasi :
  • Radiomukositis, stomatitis, hilangnya indra pengecapan, rasa nyeri dan ngilu pada gigi. 
  • Xerostomia, trismus, otitis media 
  • Pendengaran menurun 
  • Pigmentasi kulit seperti fibrosis subkutan atau osteoradionekrosis. 
  • Pada terapi kombinasi dengan sitostatika dapat timbul depresi sumsum tulang dan gangguan gastrointestinal. 
  • Lhermitte syndrome karena radiasi myelitis. 
  • Hypothyroidism dsb 
Pengaruh Terapi Radiasi Terhadap Sistem Imun
Secara luas dilaporkan bahwa segera setelah pemberian radiasi terjadi gangguan terhadap sel limfosit T, yang akibatnya memudahkan timbulnya berbagai macam infeksi.11 Pasien dengan tumor primer di leher dimana drainase limfatiknya juga di leher , setelah diberikan radiasi mengakibatkan berkurangnya limfosit darah tepi secara signifikan. Jumlah limfosit T CD4+ menurun lebih bermakna dibandingkan penurunan jumlah sel limfosit T CD8+. Gangguan akibat radiasi tidak hanya mempengaruhi jumlah sel limfosit T namun juga mengakibatkan defek pada fungsi sel T. Adanya gangguan fungsi dibuktikan dengan sulitnya sel T ini distimulasi pada percobaan invitro. Apakah defek jumlah dan fungsi limfosit T pada penderita yang diterapi radiasi dapat reversibel? Penelitian menunjukkan bahwa ada kecenderungan normalisasi sel limfosit T CD4+ setelah 3-4 minggu pasca radiasi.

Jenis Pemberian Terapi Radiasi
Terapi radiasi pada karsinoma nasofaring bisa diberikan sebagai :
  • Radiasi eksterna dengan berbagai macam teknik fraksinasi.
  • Radiasi interna ( brachytherapy ) yang bisa berupa permanen implan atau intracavitary barchytherapy.
Radiasi eksterna dapat digunakan sebagai :
  1. pengobatan efektif pada tumor primer tanpa pembesaran kelenjar getah bening
  2. pembesaran tumor primer dengan pembesaran kelenjar getah bening
  3. Terapi yang dikombinasi dengan kemoterapi
  4. Terapi adjuvan diberikan pre operatif atau post operatif pada neck dissection
Radiasi Interna/ brachyterapi bisa digunakan untuk :
  1. Menambah kekurangan dosis pada tumor primer dan untuk menghindari terlalu banyak jaringan sehat yang terkena radiasi.
  2. Sebagai booster bila masih ditemukan residu tumor 
  3. Pengobatan kasus kambuh. 
KEMOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING
Definisi Kemoterapi
Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker.

Obat-obat anti kaker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek samping menurun.

Tujuan Kemoterapi
Tujuan kemoterapi adalah untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganasnya. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh. Secara lokal dimana vaskularisasi jaringan tumor yang masih baik, akan lebih sensitif menerima kemoterapi sebagai antineoplastik agen. Dan karsinoma sel skuamosa biasanya sangat sensitif terhadap kemoterapi ini.

Obat-Obat Sitostatika yang direkomendasi FDA untuk Kanker Kepala Leher
Beberapa sitostatika yang mendapat rekomendasi dari FDA (Amerika) untuk digunakan sebagai terapi keganasan didaerah kepala dan leher yaitu Cisplatin, Carboplatin, Methotrexate, 5-fluorouracil, Bleomycin, Hydroxyurea, Doxorubicin, Cyclophosphamide, Doxetaxel, Mitomycin-C, Vincristine dan Paclitaxel. Akhir-akhir ini dilaporkan penggunaan Gemcitabine untuk keganasan didaerah kepala dan leher.

Sensitivitas Kemoterapi terhadap Karsinoma Nasofaring
Kemoterapi memang lebih sensitif untuk karsinoma nasofaring WHO I dan sebagian WHO II yang dianggap radioresisten. Secara umum karsinoma nasofaring WHO-3 memiliki prognosis paling baik sebaliknya karsinoma nasofaring WHO-1 yang memiliki prognosis paling buruk.

Adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan (growth) dan pembelahan (division) antara sel kanker dan sel normal yang disebut siklus sel (cell cycle) merupakan titik tolak dari cara kerja sitostatika. Hampir semua sitostatika mempengaruhi proses yang berhubungan dengan sel aktif seperti mitosis dan duplikasi DNA. Sel yang sedang dalam keadaan membelah pada umumnya lebih sensitif daripada sel dalam keadaan istirahat.

Berdasar siklus sel kemoterapi ada yang bekerja pada semua siklus ( Cell Cycle non Spesific ) artinya bisa pada sel yang dalam siklus pertumbuhan sel bahkan dalam keadaan istirahat. Ada juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja pada siklus pertumbuhan tertentu ( Cell Cycle phase spesific ).

Obat yang dapat menghambat replikasi sel pada fase tertentu pada siklus sel disebut cell cycle specific. Sedangkan obat yang dapat menghambat pembelahan sel pada semua fase termasuk fase G0 disebut cell cycle nonspecific. Obat-obat yang tergolong cell cycle specific antara lain Metotrexate dan 5-FU, obat-obat ini merupakan anti metabolit yang bekerja dengan cara menghambat sintesa DNA pada fase S. Obat antikanker yang tergolong cell cycle nonspecific antara lain Cisplatin (obat ini memiliki mekanisme cross-linking terhadap DNA sehingga mencegah replikasi, bekerja pada fase G1 dan G2), Doxorubicin (fase S1, G2, M), Bleomycin (fase G2, M), Vincristine (fase S, M).

Dapat dimengerti bahwa zat dengan aksi multipel bisa mencegah timbulnya klonus tumor yang resisten, karena obat-obat ini cara kerjanya tidak sama. Apabila resiten terhadap agen tertentu kemungkinan sensitif terhadap agen lain yang diberikan, dikarenakan sasaran kerja pada siklus sel berbeda.

Mekanisme Cara Kerja Kemoterapi
Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, agaknya bekerja dengan menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial untuk sintesis dan atau fungsi asam nukleat. Berdasarkan mekanisme cara kerja obat , zat yang berguna pada tumor kepala leher dibagi sebagai berikut :
  • Antimetabolit, Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai contoh MTX, menghambat pembentukan folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk sintesis timidin.
  • Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil seperti CTX ( Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA, dengan demikian menahan replikasi sel. Di lain pihak, antibiotika seperti dactinomycin dan doxorubicin mengikat dan menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan demikian menghambat produksi mRNA.
  • Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan vinblastine, menahan pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro pada kumparan mitosis. 
Cara Pemberian Kemoterapi
Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu :
  1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan radiasi. 
  2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi pada kasus karsinoma stadium lanjut. 
  3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan atau radiasi 
  4. Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama pada kasus kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi (leukemia dan limfoma). 
Menurut prioritas indikasinya terapi terapi kanker dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi utama dan terapi adjuvan (tambahan/ komplementer/ profilaksis). Terapi utama dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan tidak dapat mandiri, artinya terapi adjuvan tersebut harus meyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah membantu terapi utama agar hasilnya lebih sempurna.

Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :
  • kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif
  • kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara makroskopis.
  • pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko kekambuhan dan metastasis jauh). 
Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher dibagi menjadi :
  1. neoadjuvant atau induction chemotherapy
  2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy
  3. post definitive chemotherapy.
Efek Samping Kemoterapi
Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada traktus gastro intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sum-sum tulang yang memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro intestinal bisa terjadi mual, muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan kerontokan rambut.13 Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya sum-sum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker.

Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah satu efek samping pemberian kemoterapi.

Untuk menghindari efek samping intolerable, dimana penderita menjadi tambah sakit sebaiknya dosis obat dihitung secara cermat berdasarkan luas permukaan tubuh (m2) atau kadang-kadang menggunakan ukuran berat badan (kg). Selain itu faktor yang perlu diperhatikan adalah keadaan biologik penderita. Untuk menentukan keadaan biologik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum (kurus sekali, tampak kesakitan, lemah sadar baik, koma, asites, sesak, dll), status penampilan (skala karnofsky, skala ECOG), status gizi, status hematologis, faal ginjal, faal hati, kondisi jantung, paru dan lain sebagainya.

Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif tinggi, pada poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka dosis obat harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ tersebut lebih minimal. 9 Efek Samping secara spesifik untuk masing-masing obat dapat dilihat pada lampiran 2.

Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh :
  • Masing-masing agen memiliki toksisitas yang spesifik terhadap organ tubuh tertentu. (lampiran 2) 
  • Dosis. 
  • Jadwal pemberian. 
  • Cara pemberian (iv, im, peroral, per drip infus). 
  • Faktor individual pasien yang memiliki kecenderungan efek toksisitas pada organ tertentu. 
Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan kelemahan, yang apabila diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sbb :
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status penampilan <= 2
2. Jumlah lekosit >=3000/ml
3. Jumlah trombosit>=120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam) ( Tes Faal Ginjal )
6. Bilirubin <2 mg/dl. , SGOT dan SGPT dalam batas normal ( Tes Faal Hepar ).
7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia diatas 70 tahun.

Status Penampilan Penderita Ca ( Performance Status )
Status penampilan ini mengambil indikator kemampuan pasien, dimana penyait kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal ini juga menjadi faktor prognostik dan faktor yang menentukan pilihan terapi yang tepat pada pasien dengan sesuai status penampilannya.

Skala status penampilan menurut ECOG ( Eastern Cooperative Oncology Group) adalah sbb :
  1. Grade 0 : masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas kerja dan pekerjaan sehari-hari.
  2. Grade 1 : hambatan pada perkerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor ataupun pekerjaan rumah yang ringan.
  3. Grade 2 : hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk tiduran dan hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak dapat melakukan pekerjaan lain.
  4. Grade 3 : Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50% waktunya untuk tiduran.
  5. Grade 4 : Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, betul-betul hanya di kursi atau tiduran terus.
KEMORADIOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING
Definisi Kemoradioterapi
Kemoradioterapi kombinasi adalah pemberian kemoterapi bersamaan dengan radioterapi dalam rangka mengontrol tumor secara lokoregional dan meningkatkan survival pasien dengan cara mengatasi sel kanker secara sistemik lewat mikrosirkulasi. Begitu banyak variasi agen yang digunakan dalam kemoradioterapi ini sehingga sampai saat ini belum didapatkan standar kemoradioterapi yang definitif.

Manfaat Kemoradioterapi adalah :
  • Mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor akan memberikan hasil terapi radiasi lebih efektif. Telah diketahui bahwa pusat tumor terisi sel hipoksik dan radioterapi konvensional tidak efektif jika tidak terdapat oksigen. Pengurangan massa tumor akan menyebabkan pula berkurangnya jumlah sel hipoksia. 
  • Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase. 
  • Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif terhadap radiasi yang diberikan (radiosensitiser). 
Terapi kombinasi ini selain bisa mengontrol sel tumor yang radioresisten, memiliki manfaat juga untuk menghambat pertumbuhan kembali sel tumor yang sudah sempat terpapar radiasi.

Kemoterapi neoajuvan dimaksudkan untuk mengurangi besarnya tumor sebelum radioterapi. Pemberian kemoterapi neoadjuvan didasari atas pertimbangan vascular bed tumor masih intak sehingga pencapaian obat menuju massa tumor masih baik. Disamping itu, kemoterapi yang diberikan sejak dini dapat memberantas mikrometastasis sistemik seawal mungkin. Kemoterapi neoadjuvan pada keganasan kepala leher stadium II – IV dilaporkan overall response rate sebesar 80 %- 90 % dan CR ( Complete Response ) sekitar 50%. Kemoterapi neoadjuvan yang diberikan sebelum terapi definitif berupa radiasi dapat mempertahankan fungsi organ pada tempat tumbuhnya tumor (organ preservation).

Secara sinergi agen kemoterapi seperti Cisplatin mampu menghalangi perbaikan kerusakan DNA akibat induksi radiasi. Sedangkan Hidroksiurea dan Paclitaxel dapat memperpanjang durasi sel dalam keadaan fase sensitif terhadap radiasi.

Kemoterapi yang diberikan secara bersamaan dengan radioterapi (concurrent or concomitant chemoradiotherapy ) dimaksud untuk mempertinggi manfaat radioterapi. Dengan cara ini diharapkan dapat membunuh sel kanker yang sensitif terhadap kemoterapi dan mengubah sel kanker yang radioresisten menjadi lebih sensitif terhadap radiasi. Keuntungan kemoradioterapi adalah keduanya bekerja sinergistik yaitu mencegah resistensi, membunuh subpopulasi sel kanker yang hipoksik dan menghambat recovery DNA pada sel kanker yang sublethal.

Kelemahan Kemoradioterapi
Kelemahan cara ini adalah meningkatkan efek samping antara lain mukositis, leukopeni dan infeksi berat. Efek samping yang terjadi dapat menyebabkan penundaan sementara radioterapi. Toksisitas Kemoradioterapi dapat begitu besar sehingga berakibat fatal.

Beberapa literatur menyatakan bahwa pemberian kemoterapi secara bersamaan dengan radiasi dengan syarat dosis radiasi tidak terlalu berat dan jadwal pemberian tidak diperpanjang, maka sebaiknya gunakan regimen kemoterapi yang sederhana sesuai jadwal pemberian.

Untuk mengurangi efek samping dari kemoradioterapi diberikan kemoterapi tunggal (single agent chemotherapy) dosis rendah dengan tujuan khusus untuk meningkatkan sensitivitas sel kanker terhadap radioterapi (radiosensitizer). Sitostatika yang sering digunakan adalah Cisplatin, 5-Fluorouracil dan MTX dengan response rate 15%-47%.

PENILAIAN HASIL TERAPI KANKER
Penilaian hasil pengobatan dengan kemoterapi, baik tunggal maupun kombinasi dengan pembedahan atau radioterapi, biasanya dilakukan setelah 3-4 minggu. Hasil kemoterapi dapat dilihat dari 2 aspek yaitu respons atau hilangnya kanker (response rate) dan angka ketahanan hidup penderita (survival rate). Dari aspek hilangnya kanker hasil kemoterapi dinyatakan dengan istilah-istilah yang lazim dipakai yaitu :
  • Sembuh ( cured ) 
  • Respon komplit ( complete response/ CR ) : semua tumor menghilang untuk jangka waktu sedikitnya 4 minggu 
  • Respons parsial ( partial response/ PR ) : semua tumor mengecil sedikitnya 50 % dan tidak ada tumor baru yang timbul dalam jangka waktu sedikitnya 4 minggu. 
  • Tidak ada respons (no response/ NR): tumor mengecil kuran dari 50 % atau membesar kurang dari 25 % 
  • Penyakit Progresif ( progresive disese/PD ) : tumor makin membesar 25 % atau lebih atau timbul tumor baru yang dulu tidak diketahui adanya. 
  • Disamping itu, dikenal suatu periode penderita terbebas dari penyakitnya (disease free survival). 
Pada beberapa tumor disamping ukuran tumor, perkembangannya dapat dipantau berdasarkan kadar tumor marker.

Pola Regresi Tumor
Terdapat perbedaan pola regresi antara tumor perimer dan kelenjar getah bening leher. Terjadi Complete Respons pada akhir dari radioterapi (62%) dan meningkat menjadi 80 % pada 2 bulan pasca radioterapi, sedangkan pada kelenjar getah bening leher hanya CR 32 % pada akhir radioterapi dan meningkat menjadi 76 % pada 2 bulan setelah radioterapi. Jadi biopsi sebaiknya dilakukan 2 bulan setelah radioterapi.
  1. Karsinoma nasofaring walaupun merupakan salah satu jenis tumor yang prognosisnya cukup buruk , namun dikenal pula sebagai tumor yang radiosensitif serta kemosensitif.
  2. Pada dekade terakhir ini terapi integrasi kemoradioterapi terhadap karsinoma nasofaring menunjukkan hasil yang memuaskan ditinjau dari angka rekurensi tumor.
Manfaat Kemoradioterapi :
  • mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor akan memberikan hasil terapi radiasi lebih efektif.
  • Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.
  • Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif terhadap radiasi yang diberikan ( radiosensitiser ). 
  • Kelemahan Kemoradioterapi adalah meningkatkan efek samping antara lain mukositis, leukopeni dan infeksi berat, untuk mengatasinya maka sebaiknya diberikan kemoterapi tunggal (single agent chemotherapy) dosis rendah dengan tujuan khusus untuk meningkatkan sensitivitas sel kanker terhadap radioterapi ( radiosensitizer ) seperti Cisplatin, 5-Fluorouracil dan MTX.

No comments:

Post a Comment

Advertisement

Lagi Naik Daun